Filosofi Upil


  Disuatu rumah ada 3 orang anak dan mereka bersaudara, orang tua mereka sedang pergi keluar. Suatu ketika anak yang pertama sedang minum segelas air putih, setelah selesai minum, dia meletakan gelasnya di pinggir meja. Datanglah anak kedua dan ketiga, mereka saling dorong dorongan, awal mulanya anak kedua mulai mendorong anak ketiga, kemudian anak ketiga membalas mendorong anak kedua. Begitulah seterusnya, dan saat anak kedua mendorong anak ketiga, tak sengaja anak ketiga mengenai gelas yang di taruh di pinggir meja sehingga gelas tersebut jtuh dan pecah. dan terjadilah sebuah pertengkaran.

Anak pertama :
Kamu juga gimana sih mulai duluan main dorong-dorongan( mengarah ke anak kedua ) tu gelasnya jadi pecah.
Anak kedua :
Gimana sih kamu ( mengarah ke anak ketiga ) , tau ada gelas di situ malah di sengol.
Anak ketiga :
Gelas kok di taruh di pinggir meja gimana sih kan jadi mudah jatuh ( mengarah ke anak pertama ).

  Mereka saling bertengkar saling menyalahkan. Tak lama kemudian ayah mereka pulang, mereka menceritakan pertengkaran mereka pada ayah mereka. sejenak ayah terdiam, kemudiah sang ayah meminta suatu hal kepada ketiga anak tersebut. " Anak-anak, coba kalian carikan ayah sebuah kotoran, namun kotoran itu tidak bau ",
mereka kebingungan, namun mereka tetap mencari. dan saat pencarian mereka mulai putus asa. hampir yang dirasa mereka kotor pasti memiliki bau. akhirnya mereka kembali ke ayah mereka, yah kami tidak menemukan kotoran apa-apa yang tidak berbau ( kata mereka ).

  Baiklah ( kata ayah mereka ). sekarang masukan jari kalian ke dalam hidung kalian dan silahkan kalian cari dan keluarkanlah. Hanya kami temukan "upil" yah ( kata mereka ) . silahkan kalian cium bau upil tersebut, " tidak bau yah " kata 3 anak tersebut . Menurut kalian upil itu kotor atau tidak ( kata ayah) , kotor yah ( kata 3 anak tersebut ) .

"Mencium bau itu adalah kegunaan hidung, namun kalian tidak merasakan bahwa ada kotoran dihidung kalian sendiri-sendiri ", ibaratkan dalam diri seseorang, mereka selalu menyalahkan kesalahan orang lain, mengkritik, mencaci padahal terkadang diri mereka pun memiliki sebuah kesalahan dan cenderung melihat kesalahan orang lain, kekurangan mengintrospeksi diri menjadikan diri kita selalu menyalahkan orng lain, walaupun kita merasa tidak terlibat dalam suatu hal, belum tentu kita benar-benar tidak terlibat dalam hal tersebut.

Ayah mereka kembali bertanya, sekarang siapa yang salah karena gelasnya pecah ? kata ayah. mereka bersamaan menjawab "saya yang salah yah".

Anak pertama : Jika saya menaruh gelasnya agak jauh mungkin gelasnya tidak tersenggol.
Anak kedua : Saya juga salah, saya yang memulai main dorong2an.
Anak ketiga : Tidak cuma kalian, saya juga salah, saya sudah tau ada gelas disitu, namun saya tidak coba menghindarinya.

  Akhirnya mereka saling menyalahkan dirimereka sendiri, dan menganggap itu bukan salah saudara yang lain. Akhirnya mereka berhenti menyalahkan saudaranya sendiri dan juga mencoba memaafkan sedikit kesalahan dari saudara-saudaranya.

" Belajar mengakui kesalahan sebuah hal yang sulit, dan kadang kita tidak tau akan ada salah dalam diri kita sendiri, ibarat upil yang ada di dlam hidung, ada sebuah kotoran namun tak berbau, seperti itulah contoh gambaran kesalahan yang ada dalam diri kita "

Sumber : irpian.com
Url : http://irpian.com/post/det/Gelas_Pecah

Comments

Popular posts from this blog

Filosofi Diri Dalam Bentuk Kotak

Pakaian Kebahagiaan

Cerita Untuk Anak - Kerajaan Serangga

Hidup Tanpa Penyesalan